Differential Thermal Analysis (DTA)
merupakan teknik yang digunakan secara luas dan sangat bermanfaat terutama
dalam mengidentifikasikan bahan amorf. DTA digunakan untuk mengukur perbedaan
suhu (0C) antara bahan sampel dan bahan pembanding atau standar yang panasnya
stabil, dengan menggunakan laju pemanasan yang dikendalikan dari suhu kamar
sampai dengan 10000C. Bahan pembanding (standar) yang digunakan
kaolinit yang telah dikalsinkan, (dipanaskan pada suhu 10000C),
Al2O3 yang
telah dikalsinkan, serta dapat juga digunakan α-Alumina. Differential Thermal Analysis (DTA) merupakan analisis termal yang
mengukur perbedaan temperatur antara sampel yang akan diukur dan material inert
sebagai referensi. Sampel dan material referensi dipanaskan dalam satu dapur
yang berisi lingkungan gas yang telah distandarisasi. Perbedaan temperatur yang
terjadi direkam selama proses pemanasan dan pendinginan. Lalu ditampilkan dalam
bentuk kurva entalpi. Kurva DTA dapat menangkap transformasi saat penyerapan
ataupun pelepasan panas. DTA membantu memahami hasil XRD, analisis kimia dan
mikroskopis. Kurva DTA merupakan kurva perbedaan temperatur antara sampel
dengan referensi terhadap Waktu (Grega, 2010).
Untuk
sampel tanah terlebih dahulu digunakan H2O2 30% untuk menghilangkan bahan
organik yang merekat pada tanah. Perlakuan terhadap sampel tanah yaitu berupa:
1) penjenuhan HCl 5 N, 2) penjenuhan NaOH 5 N, 3) penjenuhan 0,1 N NaCl2, 4)
penjenuhan CaCl2, serta penjenuhan AlCl3. Perlakuan tersebut dapat mempengaruhi
kurva yang dihasilkan oleh DTA, dimana kurva tersebut dapat menjadi penciri
dalam identifikasi mineral. Pemanasan harus terkendalikan dan seragam yaitu
berkisar 0,10C hingga 10000C/menit (Goenadi dan Rajagukguk,
1992 dalam Warman, 1994).
DTA mengukur perbedaan temperatur antara
sampel dan material referensi, yang kemudian dikonversi menjadi perubahan
entalpi. Perhitungan entalpi DTA dilakukan menggunakan metode perubahan massa.
Material referensi merupakan material atau substance yang secara termal
inert dan tidak mengalami perubahan fasa pada rentang temperatur tertentu.
Material referensi, misalnya safir atau alumina, digunakan untuk mengestimasi
faktor konversi. Material inert yang digunakan tidak mengalami perubahan struktur
dengan perubahan panas selain panas laten (Shaise, 2010).
Differential Thermal Analysis prinsip kerjanya
berdasarkan kenyataan bahwa koordinasi air hablur lempung dan air hidrasi ion
dapat tukar merupakan suatu reaksi endotermik (menyerap panas). Hal ini
menyebabkan temperatur contoh lempung turun sampai dibawah atas temperatur
suatu bahan lembam kendali yang diperlakukan serupa, seperti alumunium kalsin.
Bahan ini mempunyai panas jenis dan konduktivitas panas setara lempung. Contoh
lempung yang disidik dan bahan lembam itu dipanasi bersamaan dengan takaran
energi panas yang sama. Adanya perbedaan panas antara lempung dan bahan lembam itu
dicatat dan diplot melawan temperatur. Ini akan menghasilkan kurva khas untuk
setiap tipe lempung. Metode ini sangat teliti untuk mengenali mineral sekunder
(Poerwowidodo, 1991). Identifikasi kuantitatif mineral dapat dilakukan dengan
menggunakan kurva DTA sebagai sidik jari dan membandingkannya atau
mencocokkannya dengan kurva DTA dari mineral standar, atau dengan kurva dari
mineral yang telah diketahui. Tiap mineral liat menampakkan ciri-ciri reaksi
termal yang spesifik. Kurva DTA kaolinit dicirikan puncak kurva endotermik kuat
pada 450-6000C dan boleh suatu kurva eksotermik kuat pada 900-10000C.
Kurva Haloisit hampir sama dengan kaolinit, tetapi sebagai tambahan terdapat
puncak kurva endotermik pada temperatur tendah (100-2000C) dengan
intensitas sedang hingga kuat. Montmorillonit menampakkan suatu kurva DTA yang
dicirikan oleh suatu puncak endotermik antara 600-7000C, dan suatu
cekungan kecil antara 800-9000C yang diikuti oleh puncak kurva
endotermik lemah antara 9000-10000C. Gibsit dan geotit
biasanya dicirikan oleh suatu puncak kurva endotermik kuat hanya antara 2900C
dan 3500C. Sering kali geotit dan beberapa mineral besi mempunyai
reaksi endotermik pada temperatur yang lebih tinggi dari pada gibsit. Alofan
menampakkan ciri-ciri DTA dengan puncak endotermik kuat pada temperatur rendah
(500-1500C) dan suatu puncak kurva eksotermik kuat pada 9000-10000C.
Reaksi endotermal temperatur rendah dianggap diakibatkan oleh hilangnnya air
yang terjerap, sedangkan reaksi eksotermik utama disebabkan oleh pembentukan
alumina γ.
Jika terdeteksi bahwa tidak terdapat
perbedaan temperatur antara sampel dan material referensi berarti sampel tidak
mengalami perubahan kimiawi ataupun fisik. Jika terdapat perubahan temperatur,
maka sampel dapat teridentifikasi dikarenakan kurva DTA berfungsi selayaknya finger
print bagi material.
Kurva
endotermik biasanya menandakan adanya perubahan fisik. Sementara kurva eksotermik
menandakan adanya perubahan (reaksi) kimia. Kurva endotermik yang tajam
menandakan adanya perubahan kristalinitas. Kurva endotermik yang lebar
menandakan adanya reaksi dehidrasi.
Perangkat
DTA yang digunakan terdiri dari :
a. Thermocouple,
berdasarkan material penyusunnya thermocouple
dibagi menjadi base metal dan rare metal thermocouple. Base metal thermocouple
digunakan pada temperatur sekitar 10000C, sedangkan rare metal thermocouple
digunakan pada temperatur sekitar 1600oC ke atas.
b. Pemegang sampel yang terintegrasi dengan
termokopel. Umumnya terbuat dari keramik seperti Al2O3 atau blok logam, agar
lebih tahan dari kontaminasi.
c. Dapur pemanas yang memiliki jangkauan luas
hingga 2273 K dengan kecepatan pemanasan kurang lebih 50 K/menit. Crucible dari
dapur terbuat dari material inert Seperti Al2O3, tungsten, platinum atau grafit
untuk mengurangi kemungkinan terdegradasi.
d. Pengatur temperatur, berfungsi untuk
mengatur temperatur kamar reaktor pemanasan.
Alat rekam, membantu
untuk merekam fenomena atau kejadian yang nantinya akan diolah menjadi data
berupa grafik puncak naik dan turun.
Faktor yang
dapat mempengaruhi pengoperasian DTA adalah :
a. Laju pemanasan
Laju
pemanasan yang umum digunakan 2 – 20oC/min. Laju pemanasan yang terlalu cepat
akan mengurangi resolusi tetapi meningkatkan luas peak, sedangkan laju pemanasan
lambat akan menghasilkan peak dengan luas kecil.
b. Ukuran dan berat sampel, umumnya berat
sampel sekitar 1 – 100 mg
c. Keseragaman ukuran partikel, pretreatment
dan packing density Ketiga variabel di atas akan mempengaruhi pertukaran panas
antara sampel dan
lingkungan
sekitar.
d. Kondisi atmosferik
e. Peletakan termokopel
Kegunaan
Instrument DTA digunakan untuk menentukan sifat termal dari material yang akan
diuji. DTA juga dapat dimodifikasi dengan komponen lain untuk mendapatkan sifat
termal tertentu. Berikut merupakan beberapa contoh dari aplikasi penggunaan
DTA.
a. Mendeteksi temperatur kritis dari termal
transisi dan secara kualitatif
mengkarakterisasi
temperatur kritis sebagai endotermik (menyerap panas) atau eksotermik
(menghasilkan panas)
b. Umumnya dipasangkan dengan TGA, untuk
pengukuran simultan dari transisi fasa logam dan substansi anorganik, seperti
keramik dan gelas pada temperatur ~ 1000oC
c. Menghitung perubahan entalpi suatu material
selama proses pemanasan
d. Membandingkan kemurnian material
e. Konstruksi dan evaluasi diagram fasa
f.
Identifikasi
material
Daftar Pustaka
Grega
Klančnik. Differential Thermal Analysis (DTA) and Differential
Scanning Calorimetry (DSC) as a Method of Material Investigation.
Materials and Geoenvironment, Vol. 57, No. 1, pp. 127–142, 2010
Goenadi, D. H., dan Rajagukguk, 1992.
Dasar-Dasar Kimia Tanah. Terjemahan dari The Principles of Soil Chemistry. Tan
K. H. Gadjah Mada University Press.
Shaise
Jacob. 2010. Differential Thermal Analysis (DTA). Nirmala College of
Pharmacy,Kerala, India.
Poerwowidodo,
1991. Genesa Tanah. Rajawali Press, Jakarta
Tan,
K. H., 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarata.
0 comments:
Post a Comment