BNews : BNews : The 5th Wave. BNews : The 5th Wave. BNews : The 5th Wave. BNews : The 5th Wave. BNews : The 5th Wave.

Friday, May 27, 2016

Differential Thermal Analysis (DTA)

Differential Thermal Analysis (DTA) merupakan teknik yang digunakan secara luas dan sangat bermanfaat terutama dalam mengidentifikasikan bahan amorf. DTA digunakan untuk mengukur perbedaan suhu (0C) antara bahan sampel dan bahan pembanding atau standar yang panasnya stabil, dengan menggunakan laju pemanasan yang dikendalikan dari suhu kamar sampai dengan 10000C. Bahan pembanding (standar) yang digunakan kaolinit yang telah dikalsinkan, (dipanaskan pada suhu 10000C), Al2O3 yang
telah dikalsinkan, serta dapat juga digunakan α-Alumina. Differential Thermal Analysis (DTA) merupakan analisis termal yang mengukur perbedaan temperatur antara sampel yang akan diukur dan material inert sebagai referensi. Sampel dan material referensi dipanaskan dalam satu dapur yang berisi lingkungan gas yang telah distandarisasi. Perbedaan temperatur yang terjadi direkam selama proses pemanasan dan pendinginan. Lalu ditampilkan dalam bentuk kurva entalpi. Kurva DTA dapat menangkap transformasi saat penyerapan ataupun pelepasan panas. DTA membantu memahami hasil XRD, analisis kimia dan mikroskopis. Kurva DTA merupakan kurva perbedaan temperatur antara sampel dengan referensi terhadap Waktu (Grega, 2010).

Untuk sampel tanah terlebih dahulu digunakan H2O2 30% untuk menghilangkan bahan organik yang merekat pada tanah. Perlakuan terhadap sampel tanah yaitu berupa: 1) penjenuhan HCl 5 N, 2) penjenuhan NaOH 5 N, 3) penjenuhan 0,1 N NaCl2, 4) penjenuhan CaCl2, serta penjenuhan AlCl3. Perlakuan tersebut dapat mempengaruhi kurva yang dihasilkan oleh DTA, dimana kurva tersebut dapat menjadi penciri dalam identifikasi mineral. Pemanasan harus terkendalikan dan seragam yaitu berkisar 0,10C hingga 10000C/menit (Goenadi dan Rajagukguk, 1992 dalam Warman, 1994).

DTA mengukur perbedaan temperatur antara sampel dan material referensi, yang kemudian dikonversi menjadi perubahan entalpi. Perhitungan entalpi DTA dilakukan menggunakan metode perubahan massa. Material referensi merupakan material atau substance yang secara termal inert dan tidak mengalami perubahan fasa pada rentang temperatur tertentu. Material referensi, misalnya safir atau alumina, digunakan untuk mengestimasi faktor konversi. Material inert yang digunakan tidak mengalami perubahan struktur dengan perubahan panas selain panas laten (Shaise, 2010).

Differential Thermal Analysis prinsip kerjanya berdasarkan kenyataan bahwa koordinasi air hablur lempung dan air hidrasi ion dapat tukar merupakan suatu reaksi endotermik (menyerap panas). Hal ini menyebabkan temperatur contoh lempung turun sampai dibawah atas temperatur suatu bahan lembam kendali yang diperlakukan serupa, seperti alumunium kalsin. Bahan ini mempunyai panas jenis dan konduktivitas panas setara lempung. Contoh lempung yang disidik dan bahan lembam itu dipanasi bersamaan dengan takaran energi panas yang sama. Adanya perbedaan panas antara lempung dan bahan lembam itu dicatat dan diplot melawan temperatur. Ini akan menghasilkan kurva khas untuk setiap tipe lempung. Metode ini sangat teliti untuk mengenali mineral sekunder (Poerwowidodo, 1991). Identifikasi kuantitatif mineral dapat dilakukan dengan menggunakan kurva DTA sebagai sidik jari dan membandingkannya atau mencocokkannya dengan kurva DTA dari mineral standar, atau dengan kurva dari mineral yang telah diketahui. Tiap mineral liat menampakkan ciri-ciri reaksi termal yang spesifik. Kurva DTA kaolinit dicirikan puncak kurva endotermik kuat pada 450-6000C dan boleh suatu kurva eksotermik kuat pada 900-10000C. Kurva Haloisit hampir sama dengan kaolinit, tetapi sebagai tambahan terdapat puncak kurva endotermik pada temperatur tendah (100-2000C) dengan intensitas sedang hingga kuat. Montmorillonit menampakkan suatu kurva DTA yang dicirikan oleh suatu puncak endotermik antara 600-7000C, dan suatu cekungan kecil antara 800-9000C yang diikuti oleh puncak kurva endotermik lemah antara 9000-10000C. Gibsit dan geotit biasanya dicirikan oleh suatu puncak kurva endotermik kuat hanya antara 2900C dan 3500C. Sering kali geotit dan beberapa mineral besi mempunyai reaksi endotermik pada temperatur yang lebih tinggi dari pada gibsit. Alofan menampakkan ciri-ciri DTA dengan puncak endotermik kuat pada temperatur rendah (500-1500C) dan suatu puncak kurva eksotermik kuat pada 9000-10000C. Reaksi endotermal temperatur rendah dianggap diakibatkan oleh hilangnnya air yang terjerap, sedangkan reaksi eksotermik utama disebabkan oleh pembentukan alumina γ. 

Jika terdeteksi bahwa tidak terdapat perbedaan temperatur antara sampel dan material referensi berarti sampel tidak mengalami perubahan kimiawi ataupun fisik. Jika terdapat perubahan temperatur, maka sampel dapat teridentifikasi dikarenakan kurva DTA berfungsi selayaknya finger print bagi material.

Kurva endotermik biasanya menandakan adanya perubahan fisik. Sementara kurva eksotermik menandakan adanya perubahan (reaksi) kimia. Kurva endotermik yang tajam menandakan adanya perubahan kristalinitas. Kurva endotermik yang lebar menandakan adanya reaksi dehidrasi.

Perangkat DTA yang digunakan terdiri dari :
a.    Thermocouple,
berdasarkan material penyusunnya thermocouple dibagi menjadi base metal dan rare metal thermocouple. Base metal thermocouple digunakan pada temperatur sekitar 10000C, sedangkan rare metal thermocouple digunakan pada temperatur sekitar 1600oC ke atas.
b.    Pemegang sampel yang terintegrasi dengan termokopel. Umumnya terbuat dari keramik seperti Al2O3 atau blok logam, agar lebih tahan dari kontaminasi.
c.    Dapur pemanas yang memiliki jangkauan luas hingga 2273 K dengan kecepatan pemanasan kurang lebih 50 K/menit. Crucible dari dapur terbuat dari material inert Seperti Al2O3, tungsten, platinum atau grafit untuk mengurangi kemungkinan terdegradasi.
d.    Pengatur temperatur, berfungsi untuk mengatur temperatur kamar reaktor pemanasan.
Alat rekam, membantu untuk merekam fenomena atau kejadian yang nantinya akan diolah menjadi data berupa grafik puncak naik dan turun.

Faktor yang dapat mempengaruhi pengoperasian DTA adalah :
a.    Laju pemanasan
Laju pemanasan yang umum digunakan 2 – 20oC/min. Laju pemanasan yang terlalu cepat akan mengurangi resolusi tetapi meningkatkan luas peak, sedangkan laju pemanasan lambat akan menghasilkan peak dengan luas kecil.
b.    Ukuran dan berat sampel, umumnya berat sampel sekitar 1 – 100 mg
c.    Keseragaman ukuran partikel, pretreatment dan packing density Ketiga variabel di atas akan mempengaruhi pertukaran panas antara sampel dan
lingkungan sekitar.
d.    Kondisi atmosferik
e.    Peletakan termokopel

Kegunaan Instrument DTA digunakan untuk menentukan sifat termal dari material yang akan diuji. DTA juga dapat dimodifikasi dengan komponen lain untuk mendapatkan sifat termal tertentu. Berikut merupakan beberapa contoh dari aplikasi penggunaan DTA.
a.    Mendeteksi temperatur kritis dari termal transisi dan secara kualitatif
mengkarakterisasi temperatur kritis sebagai endotermik (menyerap panas) atau eksotermik (menghasilkan panas)
b.    Umumnya dipasangkan dengan TGA, untuk pengukuran simultan dari transisi fasa logam dan substansi anorganik, seperti keramik dan gelas pada temperatur ~ 1000oC
c.    Menghitung perubahan entalpi suatu material selama proses pemanasan
d.    Membandingkan kemurnian material
e.    Konstruksi dan evaluasi diagram fasa
f.      Identifikasi material

Daftar Pustaka

Grega Klančnik. Differential Thermal Analysis (DTA) and Differential Scanning Calorimetry (DSC) as a Method of Material Investigation. Materials and Geoenvironment, Vol. 57, No. 1, pp. 127–142, 2010
 Goenadi, D. H., dan Rajagukguk, 1992. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Terjemahan dari The Principles of Soil Chemistry. Tan K. H. Gadjah Mada University Press.
Shaise Jacob. 2010. Differential Thermal Analysis (DTA). Nirmala College of Pharmacy,Kerala, India.
Poerwowidodo, 1991. Genesa Tanah. Rajawali Press, Jakarta
Tan, K. H., 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarata.

0 comments:

Post a Comment